Kakawin Bhomakawya mengisahkan tantang peperangan antara Prabu Krena dengan sang Bhoma.
Ringkasan Cerita :
Pada suatu hari Prabu Kresna telah kedatangan resi Narada yang meminta tolong kepada beliau untuk memusnahkan raksasa balatentara Prabu Bhoma, yang mengepung keinderaan. Kemudian sang Sambalah yang dititahkan untuk pergi menumpas dengan disertai beberapa balatentara. Sampai di kaki gunung himalaya, bertempurlah mereka dan raksasa raksaa musnah semua.
Syahdan ada sebuah pertapaan yang sudah kosong dan rusak. Sang Samba menanyakan riwayat pertapaan itu pada dahulu kalanya. Pertanyaan itu ditunjukkan kepada seorang yang bernama Putut Gunadewa,jejanggan murid bagawan wismamitra. Sang Gunadewa lalu memberi jawaban bahwa tempat tersebut merupakan tempat pertapaan Sang dharmadewa, putera Bhatara Wisnu. Sesudah sang Dharmadewa wafat, permaisurinya yang bernama sang Yadnyawati melanjutkan tapa disitu. Tetapi tak lama kemudian ia mati. Maka terlintaslah dalam ingatan sang Samba, bahwa dahulu kala sang Dharmadewa itu. Ia rindu dnegan sang Yadnyawati permaisurinya dulu. Sementara sang samba itu nanar, datanglah bidadari Tilottama, mengatakan : bahwa sang Yadnyawati sudah menitis menjadi puteri raja di utara nagara dan masih tetap bernama sang Yadnyawati. Tetapi ayah ibunya sudah meninggal dunia, karena tiba tiba diserang raja raksasa yang bernama Bhoma.
Lalu sang samba diantarkan sang Tilottama pergi ke tempat sang Yadyawati secara diam diam. Di istana bersualah ia dengan sang Puteri. Setelah ketahuan, maka terjadilah peperangan lagi. Raksasa raksasa melarikan diri. Akan tetapi di tengah keributan itu sang Bhoma pun ikuut datang dan sang Yadnyawati dibawa pergi ke istananya yang lain , yaitu Prajotisa.
Setelah kembali di istananya, sang Samba kehilangan sang Yadwati. Ia sangat marah sekali, tak berapa lama kemudian datanglah sang Narada dan dia menganjurkan, supaya sang Samba kembali ke Dwarawati, karena tempat tersebut sangat berbahaya.
Sang Sambapun pulang , terus jatuh sakit. Pada saat itu tampillah prabu Kresna. Ia menerima laporan , bahwa puteranya sakit, namun ia tetap tenang saja. Tak lama kemudian datang seorang dewa minta tolong, karena prabu Bhoma sudah semakin maju dalam usahanya untuk merampas keinderaan . prabu Kresna lalu berangkat ke Medan perang.
Sang Bhoma akhirnya kalah. Ia tewas dan mayatnya jatuh kedalam lalut. Akhirnya sang Samba dapat berjumpa kembali dengan sang Yadnyawati ( Prof. Dr. RM. Poerbatjaraka, Kepustakaan Jawa, hal 22 – 24 ).
Didalam kakawin Bhomakawya ini terdiri dari 118 pupuh yang dapat kita pisah kan menjadi 2 bagian :
Bagain I : sebanyak 50 ppupuh memuat cerita Saman dengan Yadnyawati.
Bagian II : sebanyak 68 pupuh memuat cerita Kresna mengalahkan Bhoma. Titik rantainya cerita ini terletak pada tokoh Yadnyawati, ia adalah puteri raja utara negara yang dikalahkan oleh Bhoma, kemudian puteri ini diboyongnya. Semula Yadnyawati itu bidadari sorga, isteri Dharmadewa, puteri Wisnu yang kemudian menjelma kedalam diri Samba.
-
SUGENG RAWUH
SUGENG RAWUH DUMATHENG SEDHEREK SEDANTEN..
Kakawin ini diterbitkan oleh J. G. H Gunning pada tahun 1903. cara penerbitannya dicetak dengan huruf jawa baru dengan beberapa perubahan karena penyesuaian penulisan ejaan.penertibatan naskah ini didasarkan pada beberapa naskah, diantaranya yang telah diperiksa Raffles pada tahun 1817 seperti yang disebutkan dalam karangan nya : Histori of Java yang terbit pada tahun 1830.
Kakawin Barathayudha ini pernah diterjemahkan dan dimuat dalam majalah Djawa no 14 tahun 1934, sebagai hasil karya Prof RM.NG. Poerbacaraka bersama Dr. C Hooykaas.
RINGKASAN CERITA :
Pada hakikatnya isi cerita kakaein Barathayudha ini menceritakan tentang peperangan antara keluarga pandawa melaean keluarga kurawa. Sebenarnya kedua duanya ( pandawa dan kurawa ) adalah satu keluarga yaitu keluarga Bharata, maka peperangan diantara mereka itu dinamakan perang Bharatayudha. Dua keluarga tersebut dikatakan “ keluarga Bharata” karena berdasarkan pada garis keturunan sampai pada Bhisma yang menjadi Brahmacarin.
Sumber cerita Bharatayuudha ini kemungkinan besar tidak langsung dari sloka Mahabarta Sansekerta. , tetapi kemungkinan besar justru mengambil dari kitab kitab parwa dalam bahasa Jawa Kuna sebelumnya, salinan yang berbahasa prosa dari Jaman Dharmawangsa Teguh. Mahabharata terkenal pula dengan nama Astadasaparwa. Oleh karena kitab itu terbagi atas 18 parwa.
Adapun isi kakawin Bharatayudha ada hubunganya dengan kitab kita parwa yang diambil sebagai sumbernya adalah sebagai berikut :
Pupuh 1 – 8 : dimulai dengan cerita kunjungan Kresna kepada Kurawa di hastina untuk mengadakan perundingan ;kemungkinan ada perdamaian atau terpaksa berperang, cerita ini dapat kita cari sumbernya di dalam Udyogaparwa.
Pupuh 9 : melukiskan persiapan perang .
Pupuh 10 : penggangkatan Bhisma menjadi panglima Kurawa yang pertama. Didalam pupuh ini terdapat 1 bait lukisan tentang saran Kresna terhadap rasa terharunya Arjuna ini biasanya dihubungkan dengan Bhagawagita. Kemudian dilanjutkan dengan lukisan pertempuran yang pertama tama.
Pupuh 11 – 12 : cerita tentang Bhisma jatuh terbaring di medan perang terkena anak panah Srikandi.
Pupuh 13 cerita tentang gugurnya Abhimanyu , diteruskan dengan lukisan berkabungnya para Pandawa.
Pupuh 9 -13 : ini isinya dapat dikembalikan kepada isi Bhismaparwa, meskipun banyak cerita dari Bhismaparwa tersebut tidak terdapat dalam pupuh pupuh tersebut.
Pupuh 14 : ratap tangis keluarga pandawa karena gugurnya Abhianyu
Pupuh 15 – 17 : lukisan tentang gugurnya Bhurisrawa
Pupuh 18 : perkelahian antara Karna dengan Ghatotkaca
Pupuh 19 : Ghatitkkaca gugur
Pupuh 20 : cerita gugurnya Drona oleh Dhrstadyuma, setelahh diipu Kresna bahwa Aswattama mati , padahal yang bernama Aswattama itu seekor gajah , oleh Drona dikira anaknya.
Dari pupuh 14 – 20 ini isi ceritanya dapat dikembalikan kepada Dronaparwa.
Pupuh 21 : pelantikkan Karna menjadi senopati
Pupuh 22 : pandawa berkabung atas gugurnya Drona
Pupuh 23 : pandawa mengunjungi Bhisma
Pupuh 24 : Bhisma menghibur Pandawa dengan nasihat nasihat
Pupuh 25 : Salya menjadi sais Karna
Pupuh 26 – 29 : lukisan tentang keberanian Karna
Pupuh 30 : lukisan peperangan Karna melawan Arjuna
Pupuh 31 : Karna gugur
Pupuh 32, 33 : kurawa berkabung atau gugurnya Karna.
Dari pupuh 21 – 33 ini isinya dapat diruntu kembali dalam Karnaparwa.
Dalam Karnaparwa
Pupuh 34 – 36 : Salya dilantik senapati
Puuh 37 – 39 : lukisan romantisme Salya Satyawati
Pupuh 40 : Salya berangkat ke medan perang
Pupuh 41 : lukisan di peperangan
Pupuh 42 : Salya gugur setelah berhadapan dengan Yudhistira.
Pupuh 43 : peperangan Sakuni melawan Bhima
Pupuh 44 , 45 : ratap tangis Satyawati mencari Salya di medan perang
Pupuh 46 – 48 : lukisan pertempuran Bhima melawan Duryudhana
Pupuh 49 : Duryodhana gugur
Dari pupuh 34 – 49 ini isinya sejalan dengan Salyaparwa
Pupuh 50 : cerita ketika para pandawa berziarah ke petirtaan – petirtaan. Pada saat ini para keluarga Pandawa yang tinggal di pesanggrahan dibunuh oleh Aswattama yang mengamuk di waktu malam hari.
Pupuh 51 : Aswattama gugur
Kedua pupuh ini ( 50 , 51 ) isiya sejalan dengan Sauptikaparwa.
Pupuh 52 : merupakan pupuh tersendiri , karena ada hubungannya dnegan Bhatara Haji Jayabhaya.
Dengan demikian dari sejumlah 18 parwa ” Astadasaparwa ” yang dipergunakan sebagai sumber kakawin Bharatayudha hanyalah 6 parwa, ialah : 1 ) udyogaparwa 2 ) Bhismaparwa 3 ) Dronaparwa 4 ) Karnaparwa 5) Salyaparwa dan 6) Suptikaparwa.
Penulis dan masa Penulisannya
Kitab kakawin Bharatayudda ini ditulis oleh 2 orang Mpu yaitu : Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Bagian pada permulaan sampai pada munculnya Prabu Salya ke medan perang adalah karya Mpu Sedah, sedangkan lanjutanya Mpu Panuluh.
Kitab Ini ditulis pada jaman pemerintahan Prabu Jayabaya di Kadiri dengan ciri tahun ” sanga kuda suddha candrama ” = 1079 saka atau 1157 M
.
( dikutip dari buku Sejarah Sastra Jawa karya Dra. Endang Siti Saparinah dan Dra. Sundari )
Penulis Kakawin Smaradahana adalah Mpu Dharmaja. Pada masa Raja Sri Kameswara, sekitar tahun 1183 – 1185 M di Kadiri.
Diterbitkan olah R.M.Ng. Poerbatjaraka
Dimuat dalam Bibliootheca Javanice III, Bandung 1931 dengan disertai terjemahan dan catatan catatan
Dasar penerbitannya menggunakan 3 macam naskah turunan, sebuah berangka tahun 1830 Saka, sebuah lagi lebih tua, berangka tahun 1830 Saka, sebuah lagi lebih tua, berangka tahun Saka 1813 dan yang lain lagi tanpa kolophon.
RINGAKSAN CERITA.
Ringkasan cerita KAKAWIN SMARADAHANA dapat juga dibaca dalam kitab Prof. Poerbotjaraka, Kepustakaan Jawa ( hal. 20 -21 ) yang dapat diikhtisarkan sebagai berikut :
Ketika Bhatara Siwa sedang bertapa, Kedewaan diserang raja raksasa yang bernama Nilarudraka. Untuk menghentikan tapa Siwa, maka diutuslah Bhara Kamajaya untuk mengganggu tapa Siwa tersebut dengan panah Pancawisaya, akhirnya tapa Siwa terganggu dan Siwa pun marah terhadap bathara Kama. Kemudian Bhatara Kama dipandang dengan mata ketiga yang terletak di dahi bathara Siwa, lalu musnah terbakarlah bathara kama. Setelah mendengar bahwa bathara kama musna oleh bathara siwa maka bathari Ratih membela suaminya. Dan ikut terbakarlah bathari Ratih. Para dewa memintaka maaf, tetapi bathara Siwa malah memutuskan untuk menitiskan bathara Kama dalam tiap tiap orang laki laki dan bathari Ratih dalam tiap tiap ornag perempuan. Setiba bathara Siwa di surga bertemu dengan istrinya Dewi Uma, mereka saling melepas rindu dan akhirnya Dewi Uma mengandung dan melahirkan putera laki laki berkepalla gajah yang diberi nama Ganesa. Ganesa inilah yang bisa membinasakan raja raksasa Nilarudraka yang menyerang kedewaan,berikut balatentaranya.
Pada bagian akhir naskah Samadahana ini mulai pupuh 38, disebutkan raja raja Jawa ( raja Daha da Jenggala ) ini merupakan penjelmaan bathara Kama dan Bathari ratih.
Kakawin adalah puisi Jawa Kuna. Arti kakawin itu berasal dari kata Ka + kawi + en yang mempunyai arti penyair. Kakawin sendiri dapat diartikan sebagai sair.
Kitab yang membeberkan tentang kakawin dikenal dengan sebutan Wrettasancaya. Kitab Wrettasancaya ini diterbitkan oleh H Kern pada taun 1875 dengan huruf Jawa beserta pertalannya dalam bahasa belanda. Kitab ini juga diterbitkan kembali dengan huruf latin yang telah dimuat dalam Verspreide Geschriften, Jilid IX , hal 67.
Didalam kitab Wrettasancaya terdapat contoh contoh nama kakawin selain Kitab Wrettasancaya ada juga kita Jawa Kuna yang mengutarakan kakawin diantaranya : Cantakaparwa, Candraksara dan Candawargaksara.
Dalam arti las kakawin dapat diartikan sebagai puisi Jawa Kuna ynag menggunakan metrum birama ” kavya” puisi kesusastraan India.
Menurut C.C Berg dalam bukunya yang berjudul : Indleding tet de studia van Oud Javaabsch, 1928, menyatakan bahwa kakawin Jawa Kuna ternyata banyak kesamaannya dengan Kavya, pusisi kesusatraan India dalam bahasa Sansekerta.
Ciri ciri Kakawin :
Satu bait terdiri dari 4 baris
Jumlah suku kata tiap baris sama
Tiap tiap bait terikat guru ( berat ) dan laghu ( ringan ). Guru dengan tanda ( - ) dan laghu dengan tanda ( )
Suku kata yang termasuk berat , yaitu :
Suku kata yang memeang bersuara berat , misal : bhu
Suku kata yang bersuara : e, o
Suku kata tertutup : sang, sih
Suku kata pendek , tetapi terletak dimuka suku kata rangkap misalnya : mitra ( - ) , sira prabhu ( - )
Suku kata akhir baris, walaupun pendek , dapat dianggap panjang atau bebas, maka dari itu suku kata pada akhir baris selalu dibari tanda -.
Hasil Karya Satra jawa Kuno dalam bentuk Kakawin :
Ramayana Kunjarakarna , berbentuk Kakawin Prosa / Kakawin yang menceritakan tentang Cerita Rama dan Sinta Kunjarakarna diruwat.
Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Arjuna Bertapa di Indrakila.
Kresnayana karya Mpu Triguna berbentuk Kakawin,yang menceritakan tentang Perkawinan Kresna dan Rukmi.
Sumanasantaka karya Mpu Manoguna ,berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang lahirnya Dasarata.
Smaradana karya Mpu Dharmaja ,berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Kamajaya dan Ratih menjelma
Bhomakawya karya Mpu dharmaja , berbentuk Kakawin menceritakan tentang meninggalnya Boma
Bharatayuda Karya Mpu Panulu , Berbentuk Kakawin yang menceriakan tentang Perang keturunan Barata
Hariwangsa karya Mpu Panuluh ,berbentuk Kakawin yang menceritakan Perkawinan Kresna dan Rukmini
Gatotkacaraya berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Perkawinan Abhimayu dengan Siti Sundari
Wrtasancaya karya Mpu Tanakung ,berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Pengetahuan Kakawin
Lubdhaka karya Mpu Tanakung ,berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Pemburu bisa naik surga
Brahmandapurana berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Agama siwa
Kunjarakarna berbentuk Kakawin menceritakan tentang Cerita kunjarakarna diruwat
Nagarakrtagama berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Cerita raja Majapahit
Arjunawijaya karya Mpu Tantular yang menceritakan Kakawin Arjunasahasra melawan Dasamuka
Sutasoma karya Mpu Tantular berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Cerita Sutasoma
Parthayajna berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Arjuna hendak bertapa
Nitisastra berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Ilmu Kesempurnaan
Dharmasunya berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Mistik
Harisraya berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Wisnu membantu dewa Indra
Sastra jawa di awal timbulnya tampak sekali dipengaruhi oleh kesusastraan Hindu di India, sebab selama lebih sepuluh abad, sekurang kurangnya dari abad 5 sampai dengan abad 15, “Indonesia termasuk dalam Indianzed States”, yakni negara negara yang terpengaruh peradaban dan Agama dari India.
Pengaruh India tersebut tampak pada hasil kesusastraan jawa yang meliputi karya abad 8 sampai dengan abad 15.,atau yang meliputi masa semenjak pemerintahan Raja Sindok tahun ± 930, sampai jatuhnya Kediri ( 1222 ) dan jaman Singosari – Majapahit ( abad 13 – akhir abad 15 ).
Ciri ciri yang nampak bahwa adanya pengaruh Sastra India tersebut , antara lain :
1. Karya Sastra Jawa Kuno ditulis dengan ,menggunakan bahasa Sansekerta.
2. Didalam karya karya sastra jawa Kuno itu tercermin paham agama hindu dan Budha.
3. Pola cerita dalam karya Sastra Jawa Kuno, bersumber dari cerita cerita India ( terutama bersumber pada Ramayana dan Mahabarata. )
4. Jenis sastra yang mula mula berkembang tampak mempunyai pola konvensi Sastra Sansekerta, yaitu berpedoman pada metrum karya india.
Karya sastra india yang biasanya dipakai sumber dalam penulisan cerita dalam sastra Jawa Kuno adalah :
1. Mahabarta atau Astadasaparwa karangan Wyasu ( Byosa )
2. Rawamavadha karangan Bhaktikavya
3. Panca Tantular
4. Hariwangsa
5. Rangkuwangsa karangan Kalidasa dan sebagainya.
Biasanya karya karya sastra diatas digubah menjadi kakawin atau prosa.
Contoh :
1. Mahabarata yang asal mulanya berupa sloka digubah menjadi prosa yang pada karya aslinya terdiri dari 18 parwa, yang dapat ditemui dalam versi Jawa Kuno hanya 9 parwa saja yaitu : Adiparwa, sobhaparwa, Wirataparwa , Bhimaparwa , Astramawasaparwa, Mosalaparwa, Prostanikaparwa dan Swarga Robanaparwa.
2. Ravanavadha, sebagian besar digubah menjadi Ramayana kakawin
3. Pancatantra, biasanya dipakai sebagai seumber penulisan , Tantri kamandaka, yang isinya tentang ceita / dongeng hewan.
4. Raghuwangsa , karangan pujangga Kalidosa, juga diambil sebagai sumber cerita Sumana samatika kakawin.
KARYA SASTRA JAWA KUNO GOLONGAN MUDA DIANTARANYA ADALAH :
1. Wanaparwa, dipakai sebagai sumber penulisan , Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa.
2. Udjaguparwa, Bhismapariwa, Dranaparwa, Karna parwa dipakai sebagai sumber penulisan Bharata Yudha gubahan mpu Sedah dan Panuluh.
3. Wirataparwa, khusus episode Abhimanyu Utari, dipakai sumber penulisan Ghatotkaca Sraya kakawin, gubahan mpu panuluh
4. Uttharakandha, sebagian juga diambil sumber penulisan Arjuna Wiwaha Kakawin , karya mpu Kanwa.