Kakawin Bhomakawya mengisahkan tantang peperangan antara Prabu Krena dengan sang Bhoma.
Ringkasan Cerita :
Pada suatu hari Prabu Kresna telah kedatangan resi Narada yang meminta tolong kepada beliau untuk memusnahkan raksasa balatentara Prabu Bhoma, yang mengepung keinderaan. Kemudian sang Sambalah yang dititahkan untuk pergi menumpas dengan disertai beberapa balatentara. Sampai di kaki gunung himalaya, bertempurlah mereka dan raksasa raksaa musnah semua.
Syahdan ada sebuah pertapaan yang sudah kosong dan rusak. Sang Samba menanyakan riwayat pertapaan itu pada dahulu kalanya. Pertanyaan itu ditunjukkan kepada seorang yang bernama Putut Gunadewa,jejanggan murid bagawan wismamitra. Sang Gunadewa lalu memberi jawaban bahwa tempat tersebut merupakan tempat pertapaan Sang dharmadewa, putera Bhatara Wisnu. Sesudah sang Dharmadewa wafat, permaisurinya yang bernama sang Yadnyawati melanjutkan tapa disitu. Tetapi tak lama kemudian ia mati. Maka terlintaslah dalam ingatan sang Samba, bahwa dahulu kala sang Dharmadewa itu. Ia rindu dnegan sang Yadnyawati permaisurinya dulu. Sementara sang samba itu nanar, datanglah bidadari Tilottama, mengatakan : bahwa sang Yadnyawati sudah menitis menjadi puteri raja di utara nagara dan masih tetap bernama sang Yadnyawati. Tetapi ayah ibunya sudah meninggal dunia, karena tiba tiba diserang raja raksasa yang bernama Bhoma.
Lalu sang samba diantarkan sang Tilottama pergi ke tempat sang Yadyawati secara diam diam. Di istana bersualah ia dengan sang Puteri. Setelah ketahuan, maka terjadilah peperangan lagi. Raksasa raksasa melarikan diri. Akan tetapi di tengah keributan itu sang Bhoma pun ikuut datang dan sang Yadnyawati dibawa pergi ke istananya yang lain , yaitu Prajotisa.
Setelah kembali di istananya, sang Samba kehilangan sang Yadwati. Ia sangat marah sekali, tak berapa lama kemudian datanglah sang Narada dan dia menganjurkan, supaya sang Samba kembali ke Dwarawati, karena tempat tersebut sangat berbahaya.
Sang Sambapun pulang , terus jatuh sakit. Pada saat itu tampillah prabu Kresna. Ia menerima laporan , bahwa puteranya sakit, namun ia tetap tenang saja. Tak lama kemudian datang seorang dewa minta tolong, karena prabu Bhoma sudah semakin maju dalam usahanya untuk merampas keinderaan . prabu Kresna lalu berangkat ke Medan perang.
Sang Bhoma akhirnya kalah. Ia tewas dan mayatnya jatuh kedalam lalut. Akhirnya sang Samba dapat berjumpa kembali dengan sang Yadnyawati ( Prof. Dr. RM. Poerbatjaraka, Kepustakaan Jawa, hal 22 – 24 ).
Didalam kakawin Bhomakawya ini terdiri dari 118 pupuh yang dapat kita pisah kan menjadi 2 bagian :
Bagain I : sebanyak 50 ppupuh memuat cerita Saman dengan Yadnyawati.
Bagian II : sebanyak 68 pupuh memuat cerita Kresna mengalahkan Bhoma. Titik rantainya cerita ini terletak pada tokoh Yadnyawati, ia adalah puteri raja utara negara yang dikalahkan oleh Bhoma, kemudian puteri ini diboyongnya. Semula Yadnyawati itu bidadari sorga, isteri Dharmadewa, puteri Wisnu yang kemudian menjelma kedalam diri Samba.
-
SUGENG RAWUH
SUGENG RAWUH DUMATHENG SEDHEREK SEDANTEN..
Kakawin ini diterbitkan oleh J. G. H Gunning pada tahun 1903. cara penerbitannya dicetak dengan huruf jawa baru dengan beberapa perubahan karena penyesuaian penulisan ejaan.penertibatan naskah ini didasarkan pada beberapa naskah, diantaranya yang telah diperiksa Raffles pada tahun 1817 seperti yang disebutkan dalam karangan nya : Histori of Java yang terbit pada tahun 1830.
Kakawin Barathayudha ini pernah diterjemahkan dan dimuat dalam majalah Djawa no 14 tahun 1934, sebagai hasil karya Prof RM.NG. Poerbacaraka bersama Dr. C Hooykaas.
RINGKASAN CERITA :
Pada hakikatnya isi cerita kakaein Barathayudha ini menceritakan tentang peperangan antara keluarga pandawa melaean keluarga kurawa. Sebenarnya kedua duanya ( pandawa dan kurawa ) adalah satu keluarga yaitu keluarga Bharata, maka peperangan diantara mereka itu dinamakan perang Bharatayudha. Dua keluarga tersebut dikatakan “ keluarga Bharata” karena berdasarkan pada garis keturunan sampai pada Bhisma yang menjadi Brahmacarin.
Sumber cerita Bharatayuudha ini kemungkinan besar tidak langsung dari sloka Mahabarta Sansekerta. , tetapi kemungkinan besar justru mengambil dari kitab kitab parwa dalam bahasa Jawa Kuna sebelumnya, salinan yang berbahasa prosa dari Jaman Dharmawangsa Teguh. Mahabharata terkenal pula dengan nama Astadasaparwa. Oleh karena kitab itu terbagi atas 18 parwa.
Adapun isi kakawin Bharatayudha ada hubunganya dengan kitab kita parwa yang diambil sebagai sumbernya adalah sebagai berikut :
Pupuh 1 – 8 : dimulai dengan cerita kunjungan Kresna kepada Kurawa di hastina untuk mengadakan perundingan ;kemungkinan ada perdamaian atau terpaksa berperang, cerita ini dapat kita cari sumbernya di dalam Udyogaparwa.
Pupuh 9 : melukiskan persiapan perang .
Pupuh 10 : penggangkatan Bhisma menjadi panglima Kurawa yang pertama. Didalam pupuh ini terdapat 1 bait lukisan tentang saran Kresna terhadap rasa terharunya Arjuna ini biasanya dihubungkan dengan Bhagawagita. Kemudian dilanjutkan dengan lukisan pertempuran yang pertama tama.
Pupuh 11 – 12 : cerita tentang Bhisma jatuh terbaring di medan perang terkena anak panah Srikandi.
Pupuh 13 cerita tentang gugurnya Abhimanyu , diteruskan dengan lukisan berkabungnya para Pandawa.
Pupuh 9 -13 : ini isinya dapat dikembalikan kepada isi Bhismaparwa, meskipun banyak cerita dari Bhismaparwa tersebut tidak terdapat dalam pupuh pupuh tersebut.
Pupuh 14 : ratap tangis keluarga pandawa karena gugurnya Abhianyu
Pupuh 15 – 17 : lukisan tentang gugurnya Bhurisrawa
Pupuh 18 : perkelahian antara Karna dengan Ghatotkaca
Pupuh 19 : Ghatitkkaca gugur
Pupuh 20 : cerita gugurnya Drona oleh Dhrstadyuma, setelahh diipu Kresna bahwa Aswattama mati , padahal yang bernama Aswattama itu seekor gajah , oleh Drona dikira anaknya.
Dari pupuh 14 – 20 ini isi ceritanya dapat dikembalikan kepada Dronaparwa.
Pupuh 21 : pelantikkan Karna menjadi senopati
Pupuh 22 : pandawa berkabung atas gugurnya Drona
Pupuh 23 : pandawa mengunjungi Bhisma
Pupuh 24 : Bhisma menghibur Pandawa dengan nasihat nasihat
Pupuh 25 : Salya menjadi sais Karna
Pupuh 26 – 29 : lukisan tentang keberanian Karna
Pupuh 30 : lukisan peperangan Karna melawan Arjuna
Pupuh 31 : Karna gugur
Pupuh 32, 33 : kurawa berkabung atau gugurnya Karna.
Dari pupuh 21 – 33 ini isinya dapat diruntu kembali dalam Karnaparwa.
Dalam Karnaparwa
Pupuh 34 – 36 : Salya dilantik senapati
Puuh 37 – 39 : lukisan romantisme Salya Satyawati
Pupuh 40 : Salya berangkat ke medan perang
Pupuh 41 : lukisan di peperangan
Pupuh 42 : Salya gugur setelah berhadapan dengan Yudhistira.
Pupuh 43 : peperangan Sakuni melawan Bhima
Pupuh 44 , 45 : ratap tangis Satyawati mencari Salya di medan perang
Pupuh 46 – 48 : lukisan pertempuran Bhima melawan Duryudhana
Pupuh 49 : Duryodhana gugur
Dari pupuh 34 – 49 ini isinya sejalan dengan Salyaparwa
Pupuh 50 : cerita ketika para pandawa berziarah ke petirtaan – petirtaan. Pada saat ini para keluarga Pandawa yang tinggal di pesanggrahan dibunuh oleh Aswattama yang mengamuk di waktu malam hari.
Pupuh 51 : Aswattama gugur
Kedua pupuh ini ( 50 , 51 ) isiya sejalan dengan Sauptikaparwa.
Pupuh 52 : merupakan pupuh tersendiri , karena ada hubungannya dnegan Bhatara Haji Jayabhaya.
Dengan demikian dari sejumlah 18 parwa ” Astadasaparwa ” yang dipergunakan sebagai sumber kakawin Bharatayudha hanyalah 6 parwa, ialah : 1 ) udyogaparwa 2 ) Bhismaparwa 3 ) Dronaparwa 4 ) Karnaparwa 5) Salyaparwa dan 6) Suptikaparwa.
Penulis dan masa Penulisannya
Kitab kakawin Bharatayudda ini ditulis oleh 2 orang Mpu yaitu : Mpu Sedah dan Mpu Panuluh. Bagian pada permulaan sampai pada munculnya Prabu Salya ke medan perang adalah karya Mpu Sedah, sedangkan lanjutanya Mpu Panuluh.
Kitab Ini ditulis pada jaman pemerintahan Prabu Jayabaya di Kadiri dengan ciri tahun ” sanga kuda suddha candrama ” = 1079 saka atau 1157 M
.
( dikutip dari buku Sejarah Sastra Jawa karya Dra. Endang Siti Saparinah dan Dra. Sundari )
Penulis Kakawin Smaradahana adalah Mpu Dharmaja. Pada masa Raja Sri Kameswara, sekitar tahun 1183 – 1185 M di Kadiri.
Diterbitkan olah R.M.Ng. Poerbatjaraka
Dimuat dalam Bibliootheca Javanice III, Bandung 1931 dengan disertai terjemahan dan catatan catatan
Dasar penerbitannya menggunakan 3 macam naskah turunan, sebuah berangka tahun 1830 Saka, sebuah lagi lebih tua, berangka tahun 1830 Saka, sebuah lagi lebih tua, berangka tahun Saka 1813 dan yang lain lagi tanpa kolophon.
RINGAKSAN CERITA.
Ringkasan cerita KAKAWIN SMARADAHANA dapat juga dibaca dalam kitab Prof. Poerbotjaraka, Kepustakaan Jawa ( hal. 20 -21 ) yang dapat diikhtisarkan sebagai berikut :
Ketika Bhatara Siwa sedang bertapa, Kedewaan diserang raja raksasa yang bernama Nilarudraka. Untuk menghentikan tapa Siwa, maka diutuslah Bhara Kamajaya untuk mengganggu tapa Siwa tersebut dengan panah Pancawisaya, akhirnya tapa Siwa terganggu dan Siwa pun marah terhadap bathara Kama. Kemudian Bhatara Kama dipandang dengan mata ketiga yang terletak di dahi bathara Siwa, lalu musnah terbakarlah bathara kama. Setelah mendengar bahwa bathara kama musna oleh bathara siwa maka bathari Ratih membela suaminya. Dan ikut terbakarlah bathari Ratih. Para dewa memintaka maaf, tetapi bathara Siwa malah memutuskan untuk menitiskan bathara Kama dalam tiap tiap orang laki laki dan bathari Ratih dalam tiap tiap ornag perempuan. Setiba bathara Siwa di surga bertemu dengan istrinya Dewi Uma, mereka saling melepas rindu dan akhirnya Dewi Uma mengandung dan melahirkan putera laki laki berkepalla gajah yang diberi nama Ganesa. Ganesa inilah yang bisa membinasakan raja raksasa Nilarudraka yang menyerang kedewaan,berikut balatentaranya.
Pada bagian akhir naskah Samadahana ini mulai pupuh 38, disebutkan raja raja Jawa ( raja Daha da Jenggala ) ini merupakan penjelmaan bathara Kama dan Bathari ratih.
Kakawin adalah puisi Jawa Kuna. Arti kakawin itu berasal dari kata Ka + kawi + en yang mempunyai arti penyair. Kakawin sendiri dapat diartikan sebagai sair.
Kitab yang membeberkan tentang kakawin dikenal dengan sebutan Wrettasancaya. Kitab Wrettasancaya ini diterbitkan oleh H Kern pada taun 1875 dengan huruf Jawa beserta pertalannya dalam bahasa belanda. Kitab ini juga diterbitkan kembali dengan huruf latin yang telah dimuat dalam Verspreide Geschriften, Jilid IX , hal 67.
Didalam kitab Wrettasancaya terdapat contoh contoh nama kakawin selain Kitab Wrettasancaya ada juga kita Jawa Kuna yang mengutarakan kakawin diantaranya : Cantakaparwa, Candraksara dan Candawargaksara.
Dalam arti las kakawin dapat diartikan sebagai puisi Jawa Kuna ynag menggunakan metrum birama ” kavya” puisi kesusastraan India.
Menurut C.C Berg dalam bukunya yang berjudul : Indleding tet de studia van Oud Javaabsch, 1928, menyatakan bahwa kakawin Jawa Kuna ternyata banyak kesamaannya dengan Kavya, pusisi kesusatraan India dalam bahasa Sansekerta.
Ciri ciri Kakawin :
Satu bait terdiri dari 4 baris
Jumlah suku kata tiap baris sama
Tiap tiap bait terikat guru ( berat ) dan laghu ( ringan ). Guru dengan tanda ( - ) dan laghu dengan tanda ( )
Suku kata yang termasuk berat , yaitu :
Suku kata yang memeang bersuara berat , misal : bhu
Suku kata yang bersuara : e, o
Suku kata tertutup : sang, sih
Suku kata pendek , tetapi terletak dimuka suku kata rangkap misalnya : mitra ( - ) , sira prabhu ( - )
Suku kata akhir baris, walaupun pendek , dapat dianggap panjang atau bebas, maka dari itu suku kata pada akhir baris selalu dibari tanda -.
Hasil Karya Satra jawa Kuno dalam bentuk Kakawin :
Ramayana Kunjarakarna , berbentuk Kakawin Prosa / Kakawin yang menceritakan tentang Cerita Rama dan Sinta Kunjarakarna diruwat.
Arjunawiwaha karya Mpu Kanwa berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Arjuna Bertapa di Indrakila.
Kresnayana karya Mpu Triguna berbentuk Kakawin,yang menceritakan tentang Perkawinan Kresna dan Rukmi.
Sumanasantaka karya Mpu Manoguna ,berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang lahirnya Dasarata.
Smaradana karya Mpu Dharmaja ,berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Kamajaya dan Ratih menjelma
Bhomakawya karya Mpu dharmaja , berbentuk Kakawin menceritakan tentang meninggalnya Boma
Bharatayuda Karya Mpu Panulu , Berbentuk Kakawin yang menceriakan tentang Perang keturunan Barata
Hariwangsa karya Mpu Panuluh ,berbentuk Kakawin yang menceritakan Perkawinan Kresna dan Rukmini
Gatotkacaraya berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Perkawinan Abhimayu dengan Siti Sundari
Wrtasancaya karya Mpu Tanakung ,berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Pengetahuan Kakawin
Lubdhaka karya Mpu Tanakung ,berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Pemburu bisa naik surga
Brahmandapurana berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Agama siwa
Kunjarakarna berbentuk Kakawin menceritakan tentang Cerita kunjarakarna diruwat
Nagarakrtagama berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Cerita raja Majapahit
Arjunawijaya karya Mpu Tantular yang menceritakan Kakawin Arjunasahasra melawan Dasamuka
Sutasoma karya Mpu Tantular berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Cerita Sutasoma
Parthayajna berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Arjuna hendak bertapa
Nitisastra berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Ilmu Kesempurnaan
Dharmasunya berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Mistik
Harisraya berbentuk Kakawin yang menceritakan tentang Wisnu membantu dewa Indra
Sastra jawa di awal timbulnya tampak sekali dipengaruhi oleh kesusastraan Hindu di India, sebab selama lebih sepuluh abad, sekurang kurangnya dari abad 5 sampai dengan abad 15, “Indonesia termasuk dalam Indianzed States”, yakni negara negara yang terpengaruh peradaban dan Agama dari India.
Pengaruh India tersebut tampak pada hasil kesusastraan jawa yang meliputi karya abad 8 sampai dengan abad 15.,atau yang meliputi masa semenjak pemerintahan Raja Sindok tahun ± 930, sampai jatuhnya Kediri ( 1222 ) dan jaman Singosari – Majapahit ( abad 13 – akhir abad 15 ).
Ciri ciri yang nampak bahwa adanya pengaruh Sastra India tersebut , antara lain :
1. Karya Sastra Jawa Kuno ditulis dengan ,menggunakan bahasa Sansekerta.
2. Didalam karya karya sastra jawa Kuno itu tercermin paham agama hindu dan Budha.
3. Pola cerita dalam karya Sastra Jawa Kuno, bersumber dari cerita cerita India ( terutama bersumber pada Ramayana dan Mahabarata. )
4. Jenis sastra yang mula mula berkembang tampak mempunyai pola konvensi Sastra Sansekerta, yaitu berpedoman pada metrum karya india.
Karya sastra india yang biasanya dipakai sumber dalam penulisan cerita dalam sastra Jawa Kuno adalah :
1. Mahabarta atau Astadasaparwa karangan Wyasu ( Byosa )
2. Rawamavadha karangan Bhaktikavya
3. Panca Tantular
4. Hariwangsa
5. Rangkuwangsa karangan Kalidasa dan sebagainya.
Biasanya karya karya sastra diatas digubah menjadi kakawin atau prosa.
Contoh :
1. Mahabarata yang asal mulanya berupa sloka digubah menjadi prosa yang pada karya aslinya terdiri dari 18 parwa, yang dapat ditemui dalam versi Jawa Kuno hanya 9 parwa saja yaitu : Adiparwa, sobhaparwa, Wirataparwa , Bhimaparwa , Astramawasaparwa, Mosalaparwa, Prostanikaparwa dan Swarga Robanaparwa.
2. Ravanavadha, sebagian besar digubah menjadi Ramayana kakawin
3. Pancatantra, biasanya dipakai sebagai seumber penulisan , Tantri kamandaka, yang isinya tentang ceita / dongeng hewan.
4. Raghuwangsa , karangan pujangga Kalidosa, juga diambil sebagai sumber cerita Sumana samatika kakawin.
KARYA SASTRA JAWA KUNO GOLONGAN MUDA DIANTARANYA ADALAH :
1. Wanaparwa, dipakai sebagai sumber penulisan , Arjuna Wiwaha karya Mpu Kanwa.
2. Udjaguparwa, Bhismapariwa, Dranaparwa, Karna parwa dipakai sebagai sumber penulisan Bharata Yudha gubahan mpu Sedah dan Panuluh.
3. Wirataparwa, khusus episode Abhimanyu Utari, dipakai sumber penulisan Ghatotkaca Sraya kakawin, gubahan mpu panuluh
4. Uttharakandha, sebagian juga diambil sumber penulisan Arjuna Wiwaha Kakawin , karya mpu Kanwa.
Dalam penelitian kualitatif , dikenal dua jenis penelitian yaitu penelitian dasar ( basic research ) dan penelitian terapan ( applied reseach).
Penelitian dasar pada umumnya disebut dengan penelitian murni yang bertujuan untuk pemahaman terhadap suatu masalah yang mengerah pada manfaat teoritik , bukan manfaat praktis.
Penelitian terapan adalah penelitian yang bertujuan tidak hanya untuk memahami masalahnya, tetapi secara khusus juga mengarah pada pengembangan cara pemecahan masalah dengan tindakan untuk tujuan praktis.
Pada tataran lebih lanjut dalam penelitian kualitatif dikenal tiga macam jenis penelitian terapan yaitu :
1.Studi Evaluasi
Pada umumnya digunakan dengan tujuan untuk mengetahui efektifivitas pencapaian tujuan, hasil, atau dampak suatu program dan proses pelaksanaan kebijakan yang telah direncanakan dan dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu.
Berdasarkan waktu pelaksanaan dan tujuanya, penelitian evaluasi dibedakan menjadi dua macam , yaitu:
1. Penelitian Evaluasi formatif ( formative evaluation reseach )
dilakukan pada waktu program masih berjalan , dengan tujuan untuk memperbaiki dan mengembangkan pelaksanaannya lebih lanjut.
2. Penelitian Evaluasi Sumatif ( Summative evaluation researsch )
dilakukan pada masa akhir pelaksanaan program untuk menentukan efektifitas pencapaian tujuan program sebagai hasil akhir pelaksanaan suatu kebijakan.
Ciri ciri Studi Evaluasi sebagai sebuah strategi penelitian :
a. Mampu menengkap proses dan makna dari setiap peristiwa yang dinamis, terjadi dan berkembang.
b. Rumusan hasil dari studi evaluasi lebih mudah diterjemahkan ke dalam tindakan kebijakan.
c. Tekanan fokusnya tertuju pada beragam data menegani kualitas dengan kedalaman deskripsi, khususnya mengenai proses dan makna.
2. Penelitian Kebijakan
Penelitian ini dibedakan menjadi 2 macam yaitu penelitian pengembangan kebijakan dan studi kelayakan.
Penelitian Pengembangan adalah jenis penelitian yang dilakukan sebelum kebijakan dibuat atau ditentukan, sehingga hasil penelitian ini mengarah pada jenis kebijakan tertentu yang tepat untuk dikembangkan dan dilaksanakan dilokasi tertentu.
Studi Kelayakan adalah jenis penelitian kebijakan yang dilakukan pada beberapa lokasi untuk mencari dan menentukan lokasi mana yang paling tepat untuk kebijakan tertentu yang sudah dirancang, dan siap untuk dilaksanakan.
3. Penelitian Tindakan ( Action Research )
Penelitian tindakan kuantitatif berbeda tujuannya dengan pnelitian tindakan kualitatif.
Tujuan Penelitian tindakan Kuantatif adalah untuk penemuan model ( meliputi bentuk , struktur, strategi dan proses pendekatan ) tertentu sebagai hasil akhir penelitian yang selanjutnya dilakukan diseminasi dengan penerapkan model tersebut di berbagai tempat sebagai bentuk generalisasi. Oleh karena itu, penelitian tindakan kuantitatif cenderung disebut dengan penelitian pengembangan model ( research and development atau model development research ).
Pada penelitian tindakan kualitatif peneliti tidak berfikir untuk menuju pada kemungkinan generalisasi hasilnya, sebab sifatnya kontekstual atau terikat pada kondisi karakteristik subjeknya. Tujuan akhir dari penelitian tindakan kualitatif ini adalah terbentuknya sikap kemandiriaan dari suatu kelompok atau masyarakat tertentu yang menjadi sasaran pengembangan dalam perjalanan kehidupan selanjutnya.
Penelitian jenis ini sifatnya merupakan proses pembelajaran dan pemberdayaan sasaran dalam menghadapi beragam masalah yang dihadapinya. Atas dasar itulah maka penelitian tindakan kulaitatif ini harus bersifat partisipatif, sedangkan peran peneliti adalah sebagai pendamping dan fasilitator.Karena itulah tindakan kualitatif cenderung disebut dengan penelitian tindakan partisipatif ( participatory action research ).
Adapun tahapanya meliputi :
1. Studi Awal
Kegiatan guna menemukan kebutuhan, atau tahap identifikasi masalah. Disini peneliti berusah untuk mengumpulkan beragaminformasi menegani karakteristik sasarannya untuk merumuskan tujuan program.
2. Tahap Perencanaan program.
Berbekal pada pemahaman konteks, peneliti mulai merumuskan kebutuhan sasaran,dengan melibatkan sasaran melalui diskusi. Setelah Tujuan dirumuskan berdasarkan konteksnya, selanjutnya dirumuskan proses pelaksanaannya untuk mencapai produk yang diharapkan.
3. Tahap persiapan program
Persiapan pelaksanaan program yang telah dirancang, meliputi struktur organisasi program, mekanisme kegiatan , kewenangan dan tanggung jawab setiap posisi pada sasaran.
4. Tahap pelaksanan program
Merupakan pokok dari setiap program pengembangan. Secara keseluruhan tahap ini terdiri dari
FILSAFAT HIDUP
BERDASARKAN AKSARA JAWA
Untuk Melengkapi Tugas Semester V
Mata Kuliah Seminar & Budaya Jawa
Dosen Pengampu : Drs. Djiwandhana WU.,M.Pd.
Oleh :
Aris Prayogo ( 0850900229 )
Catur Widyaningrum ( 0850900241 )
Laili Rahmawati ( 0850900240 )
Lismawati Dewi ( 0750900010)
UNIVERSITAS VETERAN BANGUN NUSANTARA SUKOHARJO
FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA DAERAH
Jl.Sujono Humardani /Telp (0271)5915 Sukoharjo 57521
2009/2010
FILSAFAT HIDUP
BERDASARKAN AKSARA JAWA
A. Pendahuluan
Filsafat merupakan dasar pemikiran mengenai cara pandang manusia dalam menanggapi masalah yang dihadapi. Dalam membangun tradisi filsafat, banyak orang mengajukan pertanyaan yang sama , menanggapi, dan meneruskan karya-karya pendahulunya sesuai dengan latar belakang budaya, bahasa, bahkan agama tempat tradisi filsafat itu dibangun. Oleh karena itu, filsafat terbentuk berdasarkan latar belakang budayanya.
Dalam budaya jawa, filsafat terbentuk dari berbagai kultur kebudayaan jawa. Baik dalam bentuk seni pewayangan, tembang macapat, maupun sastra jawa. Filsafat jawa merupakan cerminan orang jawa terhadap sudut pandang mengenai arti hidup yang sebenarnya. Filsafat ini kemudian digunakan orang – orang jawa sebagai pilar atau pokok aturan yang berlaku dalam budaya jawa. Didalam sastra jawa kita mengenal sastra hanacaraka atau yang lebih dikenal dengan aksara jawa.
Hanacaraka atau dikenal dengan nama carakan atau cacarakan (bahasa Sunda) merupakan aksara turunan aksara Brahmi yang pernah digunakan untuk penulisan naskah-naskah berbahasa Jawa, bahasa Madura, bahasa Sunda, bahasa Bali, dan bahasa Sasak. Hanacaraka merupakan salah satu peninggalan yang tak ternilai harganya. Dari segi bentuk aksara dan seni pembuatannya, banyak mengandung arti filosogi bagi kehidupan manusia. Oleh sebab itu aksara jawa merupakan suatu peninggalan yang patut dilestarikan.
Sebagai orang keturunan jawa, maka melalui makalah ini kami akan mengupas makna aksara jawa sebagai filsafah hidup,ini merupakan upaya kami untuk melestarikan ajaran para pendahulu,sebagai balas budi dan darma bakti kami atas ajarannya akan sebuah arti hidup.
B. Pembahasan
Dalam sejarah bahasa jawa menunjukkan ada beberapa aksara yang digunakan. Pertama, adanya bukti prasasti-prasasti berhuruf Dewanagari (berbahasa Sansekerta) dan Pallawa (berbahasa Sansekerta). Kedua, banyaknya naskah atau teks tulisan tangan dengan aksara Kawi, aksara Arab, aksara Jawi (atau bahasa Jawi : adalah nama kuno untuk bahasa Melayu, khususnya yang ditulis dengan huruf Arab (Ensiklopedi Nasional Indonesia Jilid 3; 1989:53), dan aksara Hanacaraka (aksara Jawa). Ketiga, penggunaan aksara Latin yang digunakan sampai sekarang. Dengan demikian bahasa Jawa merupakan bahasa yang unggul di bidang kekayaan penggunaan aksara.
Didalam penggunaan semua aksara dalam bahasa jawa itu bersifat silabis kecuali aksara Latin. Silabis adalah sistem penulisan dari aksara tersebut menggunakan satu lambang untuk satu suku katanya. Setiap lambang terdiri dari vokal dan konsonan (Ensiklopedi Nasional Indonesia jilid 1; 1988:186). Di dalam sistem penulisan kedua jenis aksara ini sama-sama mempunyai variasi aksara untuk mencukupi kebutuhan lafal bahasa Jawa, disebut aksara rekan (rekaan), seperti huruf nga (aksara Jawi) dan qa (aksara Jawa). KBBI (2000:21) mengartikan aksara Jawa adalah aksara yang digunakan untuk menuliskan bahasa Jawa, berjumlah 20 huruf, bermula dengan ha dan berakhir dengan nga.
Kalau dicermati, aksara Jawa mempunyai 2 golongan.yaitu huruf dan penanda. Huruf Jawa terdiri dari 57 jumlah bentuk yang terdiri dari aksara legena,aksara pasangan, aksara murda rekan , aksara angka, dan aksara suara.. Sedangkan penanda dalam aksara jawa terdiri dari 28 bentuk yang meli[uti sandangan, mandaswara, wyanjana dan pada. Jadi , ada 85 bentuk dalam sistem penulisan aksara Jawa.
Aksara jawa yang terdiri 20 suku kata terbagi menjadi 4 bagian. Yang tiap bagiannya mempunyai makna yang sebenarnya menyiratkan 4 tingkatan alam kehidupan alam semesta yang tidak terbatas hanya kepada insan manusia diatas bumi ini.
Keempat tingkatan tersebut secara garis besarnya adalah sebagai berikut :
1. ha na ca ra ka bermakna filosofi utusan hidup, berupa nafas yang berkewajiban menyatukan jiwa dengan jasat manusia. Maksudnya ada yang mempercayakan, ada yang dipercaya dan ada yang dipercaya untuk bekerja. Ketiga unsur itu adalah Tuhan, manusia dan kewajiban manusia ( sebagai ciptaan ).
2. da ta sa wa la mempunyai makna manusia setelah diciptakan sampai dengan data ” saatnya ( dipanggil ) ” tidak boleh sawala ” mengelak ” manusia ( dengan segala atributnya ) harus bersedia melaksanakan, menerima dan menjalankan kehendak Tuhan
3. pa dha ja ya nya bermakna menyatunya zat pemberi hidup ( Khalik ) dengan yang diberi hidup ( makhluk ). Maksdunya padha ” sama ” atau sesuai, jumbuh, cocok ” tunggal batin yang tercermin dalam perbuatan berdasarkan keluhuran dan keutamaan. Jaya itu ” menang, unggul ” sungguh-sungguh dan bukan menang-menangan ” sekedar menang ” atau menang tidak sportif.
4. ma ga ba tha nga bermakna menerima segala yang diperintahkan dan yang dilarang oleh Tuhan Yang Maha Kuasa. Maksudnya manusia harus pasrah, sumarah pada garis kodrat, meskipun manusia diberi hak untuk mewiradat, berusaha untuk menanggulanginya.
Setelah kita mengetahui makna perbaris maka akan kita bahas makna perhuruf, makna filosofi per huruf dikemukakan oleh Pakubuwono IX, berikut adalah makna filosofi per huruf:
Ha Hana hurip wening suci – adanya hidup adalah kehendak dari yang Maha Suci
Na Nur candra,gaib candra,warsitaning candara-pengharapan manusia hanya selalu ke sinar Illahi
Ca Cipta wening, cipta mandulu, cipta dadi-satu arah dan tujuan pada Yang Maha Tunggal
Ra Rasaingsun handulusih – rasa cinta sejati muncul dari cinta kasih nurani
Ka Karsaningsun memayuhayuning bawana – hasrat diarahkan untuk kesajetraan alam
Da Dumadining dzat kang tanpa winangenan – menerima hidup apa adanya
Ta Tatas, tutus, titis, titi lan wibawa – mendasar ,totalitas,satu visi, ketelitian dalam memandang hidup
Sa Sifat ingsun handulu sifatullah- membentuk kasih sayang seperti kasih Tuhan
Wa Wujud hana tan kena kinira – ilmu manusia hanya terbatas namun implikasinya bisa tanpa batas
La Lir handaya paseban jati – mengalirkan hidup semata pada tuntunan Illahi
Pa Papan kang tanpa kiblat – Hakekat Allah yang ada disegala arah
Dha Dhuwur wekasane endek wiwitane – Untuk bisa diatas tentu dimulai dari dasar
Ja Jumbuhing kawula lan Gusti -selalu berusaha menyatu -memahami kehendak Nya
Ya Yakin marang samubarang tumindak kang dumadi – yakin atas titah /kodrat Illahi
Nya Nyata tanpa mata, ngerti tanpa diuruki – memahami kodrat kehidupan
Ma Madep mantep manembah mring Ilahi – yakin – mantap dalam menyembah Ilahi
Ga Guru sejati sing muruki – belajar pada guru nurani
Ba Bayu sejati kang andalani – menyelaraskan diri pada gerak alam
Tha Tukul saka niat – sesuatu harus dimulai – tumbuh dari niatan
Nga Ngracut busananing manungso – melepaskan egoisme pribadi -manusia
Sebuah ide cemerlang dalam penyusunan huruf jawa dikemukakan oleh Prof.Dr. Damardjati Supadjar, beliau menyusun susunan huruf huruf yang biasanya seperti pada tulisan diatas menjadi:
ka ma ba tha ra
ga da sa nya ta
na la pa dha nga
ja wa ha ca ya
Susunan huruf Huruf jawa diatas sangat relevan dengan kondisi masyarakat Indonesia pada umunya dan jawa pada khususnya, makna perhuruf tetap sama namun makna perbaris berbeda, berikut adalah makna perbaris susunan diatas
ka ma ba tha ra mempunyai makna filosofi hendaknya wiji/biji/sperma itu jangan di sia siakan dalam arti banyak sekali tempat tempat prostitusi di negeri kita tercinta ini yang semuanya menawarkan untuk mengecer-ecer wiji secara berbayar, semuanya itu hendaknya segera diakhiri mengingat satu tetes wiji itu sama nilainya dengan 100 tetes darah bagi yang percaya, hendaknya pula energi yg ada disekitar pusar kita di purba diri untuk di alirkan ke atas ubun ubun atau dari cakra pusar ke cakra ubun ubun bukannya malah dialirkan kebawah melalui kemaluan atau mengecer-ecer wiji. didalam kearifan jawa ada istilah titis, tetes, Tetes, titis itu maksudnya tepat sasaran, tetes itu maksudnya menetes, sedangkan tetes yang kedua maksudnya tetas, apabila digabungkan ketiganya bisa ditarik kesimpulan perlu untuk menitis memusatkan pikiran dan hati supaya tetes yg akan ditetas itu menjadi pribadi pilihan, maka tidak heran apabila ahli meditasi itu apabila berhubungan badan jarang sekali ejakulasi karena energi yang biasanya disalurkan kebawah menjadi disalurkan keatas, para ahli meditasi itu hanya akan tetes apabila pada waktu akan membuahi, itupun cuma sedikit atau seperlunya tapi mempunyai kualitas yang unggul. Disisi lain titis tetes tetes itu dimaksudkan menitiskan pada bathin kita untuk melahirkan diri yang berkesadaran tinggi atau berkesadaran rohani, dengan kata lain diri kita yang biasanya berkesadaran jasmani yang penuh ketergantungan duniawi bertransformasi ke kesadaran rohani yang bebas dari polusi dunia, inilah makna hijrah yang sebenarnya.
ga da sa nya ta mempunyai makna gada itu bermakna senjata gada, pada kenyataannya makna filosofi yang terkandung didalamnya adalah apabila kita sudah melakukan titis tetes secara batiniyah maka kita akan mempunyai senjata yang nyata dalam hal untuk menghadapi krisis multidimensi yaitu diri yang sudah meninggalkan dunia sebelum meninggal dunia dan inilah pribadi pilihan
na la pa dha nga mempunyai arti hati yang terang, orang yang sudah sadar rohani itu hatinya terang sebab tiada suatu apapun yang menghalangi hatinya dari pancaran Nur illahi, hati orang yang sudah mempunyai kesadaran rohani bebas dari polusi dunia baik berupa ketergantungan materi maupun sifat keegoisan yang tinggi , suka mengaku-aku sepihak dalam kata lain ego yg sombong tidak mau sujud kepadaNya.
ja wa ha ca ya mempunyai arti apabila hati kita sudah terang benderang karena tiada satupun yg mengotorinya maka "hujan' cahaya maha cahaya Nur illahi akan terjadi dan menyinari setiap pribadi pilihan tersebut untuk dipantulkan ke pribadi yang lain dan juga makhluk disekitarnya dalam bentuk kerja nyata secara ikhlas karena Tuhan bukan karena yang lainnya, perlu diketahui nur Tuhan itu indah tanpa batas, hanya ego kita yang menghalanginya, apabila tidak ada lagi ego di diri kita maka tidak ada lagi yang menghalanginya.
PENUTUP
1. kesimpulan
Filsafat hidup bedasarkan akasara jawa yaitu
Adanya kehidupan manusia yang diciptakan oleh Tuhan YME, yang diutus untuk memelihara alam lingkungan dengan berpedoman pada tuntunan –Nya, sehingga manusia tidak banyak berbuat salah. Pedoman yang diberikan oleh Tuhan YME itu tidak pernah salah sehingga dapat dijadikan sebagai pegangan hidup. Karena didalam diri manusia mempunyai hati nurani yang dapat tergoda oleh berbagai nafsu , maka sering timbul pertentangan dalam dirinya. Oleh karena itu manusia dianjurkan selalu memohon petunjuk kepada Tuhan YME agar senantiasa berada dalam jalan kebenaran. Sebab, pada akhirnya manusia akan menjadi mayat / meninggal ketika sukma atau ruh kita meninggalkan raga/jasmani kita. Sesungguhnya kita tidak akan hidup selamanya dan pada akhirnya akan kembali juga kepada Tuhan YME. Oleh karena itu kita harus senantiasa mempersiapkan bekal untuk menghadap Tuhan YME.
2. Saran .
Disarankan kepada setiap manusia sebagai berikut:
1. Untuk lebih memperkuat iman dan taqwa kita kepada Tuhan YME, dengan menjalankan perintah- Nya dan Larangan- Nya.
2. Manusia sebagai makluk social diharapakan dapat berhubungan yang baik dengan manusia yang lainnya.
3. Manusia senantiasa menjaga kelestarian lingkungan ( baik tumbuhan maupun hewan).
DAFTAR PUSTAKA
Tim Koordinasi Siaran Direktorat Jenderal Kebudayaan.1995.Aneka Ragam Khasanah Budaya Nusantara VI.Jakarta:Departemen Pendidikan dan kebudayaan.
http://alangalangkumitir.wordpress.com/category/aksara-jawa/
http://kanktono.blogspot.com/2009/08/gothak-gathik-gathuk-huruf-jawa.html
http://id.wikipedia.org/wiki/Hanacaraka
http://vietaoslo.wordpress.com/2009/11/23/filsafat-hidup-berdasarkan-huruf-aksara-jawa/
Karakteristik metodologi penelitian secara jelas akan mewarnai setiap langkah kegiatan dalam pelaksanaan penelitian. Kurangnya pemahaman peneliti terhadap karakteristik metodologi tersebut dapat berakibat terhadap rendahnya kualitas penelitian yang dilakukan. Beberapa karakteristik penelitian kualitatif yang menonjol, antara lain sebagai berikut :
a. Permasalahan Masa Kini
Pada umumnya penelitian kualitatif mengarahkan kegiatannya pada masalah kekinian. Subjek peristiwa yang diteliti bukan masa lampau seperti dalam penelitian sejarah. Dengan demikian penelitian kualitatif bersifat empirik dengan sasaran penelitiannya yang berupa beragam permasalahan yang terjadi di masa kini.
b. Natural Setting
Topik penelitian kualitatif diarahkan pada kondisi asli apa adanya, sesuai dengan di mana, dan kapan subjek penelitian berada. Dengan demikian sasaran penelitian berada dalam posisi kondisi asli seperti apa adanya secara alami tanpa rekayasa penelitian.
c. Bersifat Holistik.
Penelitian Kualitatif memandang berbagai masalah selalu berada dalam kesatuannya tidak terlepas dari kondisi yang lain yang menyatu dalam suatu konteks. Berbagai variable yang dikaji tidak bisa dipahami secara terpisah dari posisi keterkaitanya dalam suatu konteks keseluruhan.
d. Memusatkan pada deskripsi.
Penelitian kualitatif memusatkan pada kegiatan ontologis, sehingga data yang dikumpulkan terutama berupa kata kata, kalimat atau gambar memiliki makna yang lebih nyata daripada sekedar angka atau frekuensi.
e. Analisis induktif.
Penelitian kualitatif menekankan pada analisis induktif. Data yang dikumpulkan bukan dimaksudkan untuk mendukung atau menolak hipotesis penelitian, tetapi abstraksi disusun sebagai kekhususan yang telah terkumpul dan dikelompokkan melalui proses pengumpulan data yang dilakukan secara teliti.
f. Desain penelitian lentur dan terbuka.
Dalam penelitian kualitatif, desain disusun secara lentur dan terbuka disesuaika n dengan kondisi sebenarnya yang dijumpai di lapangan. Penelitian tidak menerima desain yang ditentukan secara apriori karena tidak tepat dalam menghadapi realitas dari berbagai masalah yang sebelumnya tidak diketahui.
g. Peneliti sebagai alat utama penelitian.
Berbagai alat pengumpulan data dapat dimanfaatkan sebagai peralatan penunjang dalam penelitian kualitatif , namun demikian , alat penelitian utamanya tetaplah peneliti sendiri.
h. Purposive Sampling.
Mengingat bahwa penelitian kualitatif tidak ada tujuan untuk melakukan generalisasi, maka penarikan sampel dilakukan dengan teknik cuplikan yang bersifat purposive.
i. Makna sebagai perhatian utama.
Peneliti memusatkan dirinya pada participant perspektive. Dengan demikian dapat dihindari perumusan makna mengenai sesuatu di dlaam konteksnya yang berdasarkan pandangan hanya dari penelitnya sendiri.
j. Bentuk laporan dengan model studi kasus.
laporan penelitian kualitatif cenderung untuk menggunakan model laporan studi kasus, karena lebih sesuai bagi penyajian realitas multiperspektif dengan kekayaan deskripsinya.
Penelitian kualitatif adalah suatu penelitian yang terkait pada konteksnya.
Penelitian kualitatif sering disebut dengan study kasus karena bentuk penelitian kualitatif baik penelitian dasar maupun penelitian terapan bersifat kontekstual yang berdasarkan sifat kekhususan dan sama sekali tidak ada pemikiran untuk melakukan generalisasi terhadap konklusi penelitian.
Ciri ciri penelitian study kasus adalah :
peneliti dapat berinteraksi terus menerus dengan isu isu yang menjadi kajian teoritisnya.
peneliti dapat berinteraksi dengan data data yang dikumpulkan.
peneliti dapat menggunakan berbagai sumber bukti dalam penelitian tentang peristiwa yang berkonteks pada kehidupan nyata.
Dalam penelitian study kasus terpancang ( embedded case study ) , disini fokus atau tujuan utama dari penelitian ditentukan terlebih dahulu sebelum peneliti terjun ke lapangan sehingga peneliti tetap terfokus pada masalah yang telah dirumuskan dan penelitian tidak berubah arah sehingga desain asli tetap dengan pertanyaan pertanyaan yang telah dirumuskan pada awal penelitian.
Sedangkan dalam penelitian study kasus tidak terpancang ( grounded reseach ) , fokus atau tujuan utamanya belum ditentukan, disini peneliti melakukan penelitian terlebih dahulu baru menentukan tujuan. Tujuan akan tercapai berdasarkan dengan informasi apa yang diperoleh dilapangan.
Dalam penelitian kualitatif , baik yang berbentuk studi kasus terpancang ( embedded case study ) maupun studi kasus yang tidak terpancang ( grounded reseach ) , kajiannya cenderung untuk mengarah pada analisis hubungan sebab akibat dari beberapa variable berdasarkan apa yang sebenarnya terjadi di lapangan. Selain itu , penelitian kualitatif lebih mementingkan deskripsi proses tentang mengapa dan bagaimana suatu bisa terjadi yang mengarah pada pemahaman makna.
Berdasarkan jumlah kasus yang dikaji penelitian kualitatif dibedakan menjadi 2 yaitu :
Studi kasus tunggal adalah suatu penelitian yang arah sasarannya terpusat pada satu karakteristik saja. Meskipun jumlah lokasinya ada banyak , apabila memiliki karakteristk yang sama maka penelitian tersebut masih disebut dengan penelitian studi kasus tunggal.
Studi kasus ganda adalah suatu penelitian dengan arah sasaran yang terdiri dari beberapa karakteristik yang memiliki perbedaan .
Tujuan Penelitian Kualitatif:
Untuk memahami kondisi suatu konteks dengan mengarahkan pada pendeskipsian secara rinci dan mendalam mengenai protet kondisi dalam suatu konteks yang dialami ( nature setting ), tentang apa yang sebenarnya terjadi menurut apa adanya di lapangan studi.